FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB TERJADINYA KERUSUHAN DAN TINDAKAN KRIMINAL DI INDONESIA PADA SAAT INI
DAN BAGAIMANA MENGATASINYA
Faktor-faktor yang melatar belakangi
terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban terutama konflik berdimensi
kekerasan di beberapa daerah. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada)
secara langsung di beberapa wilayah yang tidak disertai dengan kepatuhan
terhadap hukum dan kematangan elite politik masyarakat daerah telah menyebabkan
berbagai kerusuhan sosial dan konflik horizontal. Selain itu, sebagai
konsekuensi letak geografis yang strategis pada persimpangan dua benua dan dua
samudra, Indonesia secara langsung dan tidak langsung juga menjadi lokasi
tindak kejahatan transnasional seperti penyalahgunaan narkoba. Pesatnya
perkembangan teknologi informasi dan makin meningkatnya globalisasi juga
menyebabkan kejahatan transnasional semakin kompleks dan makin tinggi
intensitasnya serta dapat dikendalikan dari wilayah di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sementara itu, masih rendahnya
kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum juga menyebabkan kepatuhan
masyarakat terhadap hukum pada setiap kejadian tindak pidana masih rendah,
bahkan kecenderungan main hakim sendiri masih tinggi.
Permasalahan yang Dihadapi
Semakin meningkatnya kekhawatiran dan
keresahan masyarakat terhadap semakin merebaknya tindak kriminal sebagai akibat
penyalahgunaan narkoba merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan. Pada
umumnya pengguna narkoba merupakan golongan pemuda baik yang masih duduk di
bangku sekolah dan perguruan tinggi, sedangkan pengedarnya adalah orang-orang
yang memiliki jaringan yang kuat dengan bandar narkoba.
Kesigapan aparat keamanan dalam mendeteksi
dan mengatasi gejala awal telah mampu meredam potensi konflik menjadi tidak muncul
ke permukaan. Makin meningkatnya toleransi masyarakat terhadap keberagaman dan
makin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya rasa aman dalam
beraktivitas menjadikan upaya adu domba SARA antarkelompok masyarakat dapat
dihindari. Namun, hal tersebut perlu terus diamati karena
sewaktu-waktu dapat muncul kembali dengan adanya gesekan-gesekan dari oknum
yang tidak bertanggung jawab.
Sampai saat ini, pembangunan kelautan dan
perikanan telah memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi perekonomian
nasional dan peningkatan penerimaan negara. Namun, pelaksanaannya masih
dihadapkan pada berbagai kendala yang harus segera mendapatkan penanganan
tersendiri. Berbagai masalah tersebut, antara lain, masih maraknya praktik
pencurian ikan (illegal fishing), terjadinya pencemaran laut, lemahnya
penegakan hukum, rendahnya kesadaran bangsa akan arti pentingnya dan nilai
strategis sumber daya kelautan, dan belum optimalnya pengelolaan dan
pemanfaatan pulau-pulau kecil, terutama yang berada di wilayah terluar/terdepan.
Jika tidak mendapat perhatian yang cukup, masalah ini dapat menjadi salah satu
pemicu ketidakstabilan, keamanan, dan rawan gangguan terhadap faktor-faktor
pengaruh negatif dari negara tetangga. Untuk itu, Pemerintah telah mengambil
langkah-langkah penanganan masalah yang intensif mengenai rancangan instruksi
Presiden tentang Pemberantasan dan Pencegahan Penangkapan Ikan secara Ilegal di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.
Kejahatan transnasional di bidang
kehutanan terjadi dengan semakin maraknya pencurian kayu dari hutan Indonesia
yang dilakukan oleh pelaku yang berasal dari negara-negara tetangga atau pelaku
yang berperan aktif memfasilitasi perdagangan kayu hasil pembalakan liar (illegal
logging). Hal tersebut terjadi akibat adanya kesenjangan yang besar antara
permintaan dan pasokan kayu legal, yang untuk kebutuhan industri domestik saja
diperkirakan mencapai 35–40 juta meter kubik per tahun. Kesenjangan tersebut
dipenuhi dari pembalakan liar. Industri pengolahan kayu yang bergantung pada
kayu yang ditebang secara ilegal mencapai 65 persen dari pasokan total di tahun
2000. Pembalakan liar ditengarai sebagai ancaman yang paling serius bagi
keberlanjutan fungsi hutan, baik dari aspek ekonomi, ekologis, maupun sosial.
Kerugian hutan Indonesia akibat praktik pembalakan liar diperkirakan mencapai
US$ 5,7 miliar atau sekitar Rp46,74 triliun per tahun, belum termasuk nilai
kerugian dari aspek ekologis seperti musnahnya spesies langka serta
terganggunya daerah aliran sungai yang berimbas pada kehidupan manusia dan
sekitarnya yang berpotensi menimbulkan dampak bencana seperti tanah longsor,
kebakaran hutan, dan kekeringan. Upaya mengatasi masalah pencurian kayu itu
adalah suatu usaha yang sulit mengingat pelakunya memiliki jaringan yang sangat
luas dan sulit tersentuh.
Pemerintah dalam upaya mengatasi masalah
tersebut dari segi yuridis telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun
2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan dan
Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Semangat baru
yangdilandasi penegakan hukum yang tegas, diharapkan akan mampu memutusjaringan
peredaran kayu ilegal baik domestik maupun antarnegara.
II. Langkah-Langkah
Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Langkah
kebijakan yang akan ditempuh untuk meningkatkan keamanan, ketertiban, dan
penanggulangan kriminalitas adalah sebagai berikut.
1) penguatan
koordinasi dan kerja sama antara kelembagaan pertahanan dan keamanan;
2) peningkatan
kapasitas dan kinerja lembaga keamanan, yaitu Polri, TNI, Departemen Kehutanan,
Departemen Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Badan
Intelijen Negara (BIN), Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), Badan Narkotika
Nasional (BNN), dan Badan Koordinasi Kemanan Laut (Bakorkamla);
3) peningkatan
kegiatan dan operasi bersama keamanan di laut;
4) peningkatan
upaya komprehensif pengurangan pemasokan dan pengurangan permintaan narkoba;
5) peningkatan
pengamanan di wilayah perbatasan;
6) pembangunan
upaya pemolisian masyarakat (community policing)dan penguatan peran aktif
masyarakat dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat;
7) peningkatan
penegakan undang-undang dan peraturan serta mempercepat proses penindakan
pelanggaran hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar