Hak Asasi Manusia
Dewasa ini hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai
perwujudan paham individualisme dan liberalisme seperti dahulu. Hak
asasi manusis lebih dipahami secara humanistik sebagai hak-hak yang
inheren dengan harkat martabat kemanusiaan, apa pun latar belakang ras,
etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin dan pekerjaannya. Konsep
tentang hak asasi manusia dalam konteks modern dilatarbelakangi oleh
pembacaan yang lebih manusiawi tersebut, sehingga konsep HAM diartikan
sebagai berikut:
“Human rights could generally be defined as those rights which are
inherent in our nature and without which we cannot live as human beings”
Dengan pemahaman seperti itu, konsep hak
asasi manusia disifatkan sebagai suatu common standard of achivement for
all people and all nations, yaitu sebagai tolok ukur bersama tentang
prestasi kemanusiaan yang perlu dicapai oleh seluruh masyarakat dan
negara di dunia.
Pada tataran internasional, wacana hak asasi manusia telah mengalami
perkembangan yang sangat signifikan. Sejak diproklamirkannya The
Universal Declaration of Human Right tahun 1948, telah tercatat dua
tonggak historis lainnya dalam petualangan penegakan hak asasi manusia
internasional. Pertama, diterimanya dua kovenan (covenant) PBB, yaitu
yang mengenai Hak Sipil dan Hak Politik serta Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya. Dua kovenan itu sudah dipemaklumkan sejak tahun 1966, namun baru
berlaku sepuluh tahun kemudian setelah diratifikasi tiga puluh lima
negara anggota PBB. Kedua, diterimanya Deklarasi Wina beserta Program
Aksinya oleh para wakil dari 171 negara pada tanggal 25 Juni 1993 dalam
Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia PBB di Wina, Austria. Deklarasi yang
kedua ini merupakan kompromi antar visi negara-negara di Barat dengan
pandangan negara-negara berkembang dalam penegakan hak asasi manusia.
Di Indonesia, diskursus tetang penegakan hak asasi manusia juga tidak
kalah gencarnya. Keseriusan pemerintah di bidang HAM paling tidak
bermula pada tahun 1997, yaitu semenjak Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (KOMNAS HAM) didirikan setelah diselenggarakannya Lokakarya
Nasional Hak Asasi Manusia pada tahun 1991. Sejak itulah tema tentang
penegakan HAM di Indonesia menjadi pemebicran yang serius dan
berkesinambungan. Kesinambungan itu berwujud pada usaha untuk
mendudukkan persoalan HAM dalam kerangka budaya dan sistem politik
nasioanal sampai pada tingkat implementasi untuk membentuk jaringan
kerjsama guna menegakkan penghormatan dan perlindungan HAM tersebut di
Indonesia. Meski tidak bisa dipungkiri adanya pengaruh internasional
yang menjadikan hak asasi manusia sebagai salah satu isu global, namun
penegakan hak asasi manusia di Indonesia lebih merupakan hasil dinamika
intrenal yang merespon gejala internasional secara positif.
Adalah pada tahun 1999 lah, Indonesai memiliki sistem hukum yang
rigid dan jelas dalam mengatur dan menyelesaikan persoalan pelangaran
HAM di Indonesia. Diberlakukannya UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia kendati agak terlambat merupakan langkah progresif dinamis yang
patut dihargai dalam merespon isu internasional di bidang hak asasi
manusia walaupun masih perlu dilihat dan diteliti lebih jauh isinya.
Pembahasan akan diawali dengan membeberkan konsep HAM dalam kerangka
UU. No. 39 tahun 1999, dilanjutkan dengan HAM dalam perspektif Islam dan
diakhiri dengan analisis berupa kajian UU tentang HAM ditinjau dalam
perspektif Islam.
Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka
1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM).
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang
atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang
atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1
angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Dalam Undang-undang ini pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia
ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB,
konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
wanita, konvensi PBB tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen
internasional lain yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Materi
Undang-undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan masyarakat dan
pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila, UUD 45 dan TAP
MPR RI Nomor XVII/MPR/1998.
Hak-hak yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari:
1. Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan
hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai,
bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup
yang baik dan sehat.
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk
membentuk kelaurga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
syah atas kehendak yang bebas.
3. Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak
pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
4. Hak memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak
untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan
gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta
diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh Hakim
yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.
5. Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan
mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk
agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan
tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di
wilayah Republik Indonesia.
6. Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan
tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.
7. Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya,
bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta
mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan,
kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi
melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga negara berhak turut
serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang
dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan
pemerintahan.
9. Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat
dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan
peraturan perundang-undangan. Di samping itu berhak mendapatkan
perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap
hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.
10. Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua,
keluarga, masyarakat dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran
dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya secara
melawan hukum.
Sumber :
http://mlatiffauzi.wordpress.com/2007/10/14/konsep-hak-asasi-manusia-dalam-uu-nomor-39-tahun-1999-telaah-dalam-perspektif-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar